Perusahaan Air Minum
Perusahaan Air Minum Ungkap Sumber Bahan Baku Di Hadapan DPR

Perusahaan Air Minum Ungkap Sumber Bahan Baku Di Hadapan DPR

Perusahaan Air Minum Ungkap Sumber Bahan Baku Di Hadapan DPR

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Perusahaan Air Minum
Perusahaan Air Minum Ungkap Sumber Bahan Baku Di Hadapan DPR

Perusahaan Air Minum Ungkap Sumber Bahan Baku Di Hadapan DPR Dan Hal Ini Merupakan Komitmen Terrhadap Akuntabilitas Publik. Dalam sebuah forum rapat dengar pendapat umum, DPR RI (Komisi VII) menghadirkan delapan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) untuk mengungkap secara terbuka sumber bahan baku air yang mereka gunakan. Produsen-produsen tersebut antara lain PT Tirta Investama (merek Aqua), PT Tirta Fresindo Jaya (Le Minerale), PT Sariguna Primatirta Tbk. (Cleo), dan beberapa lainnya. Para wakil perusahaan diminta menjelaskan dengan jelas apakah air yang mereka gunakan benar-benar berasal dari mata air pegunungan, atau berasal dari air tanah dalam atau sumur bor.

Dalam paparannya di hadapan DPR, beberapa Perusahaan Air Minum mengakui bahwa mereka menggunakan sumber mata air pegunungan, misalnya perusahaan yang menyebutkan sumber airnya berada di Pegunungan Mandalawangi, Kabupaten Bandung, atau Gunung Pangrango, Kabupaten Bogor. Namun ada juga yang menyatakan bahwa sumber airnya bukan langsung dari mata air pegunungan, melainkan dari air tanah dalam atau akuifer yang diakses melalui sumur bor berkedalaman antara 80 hingga 120 meter. Hal ini menimbulkan perdebatan karena klaim pemasaran produk yang selama ini menyebut “air pegunungan” menjadi kurang jelas definisinya dan bisa menyesatkan bagi konsumen.

DPR mendorong agar para produsen memberikan data tertulis yang lengkap terkait izin penggunaan air (SIPA), kapasitas produksi, lokasi pabrik, dan kajian lingkungan seperti “water stress assessment” untuk wilayah pengambilan air mereka. DPR menekankan bahwa jika perusahaan mengklaim produk berasal dari “mata air pegunungan”, maka harus bisa menunjukkan bukti ilmiah dan keterangan hidrogeologi yang valid. Jika ternyata klaim tersebut berbeda dengan fakta operasional misalnya menggunakan air tanah dalam di wilayah yang mungkin mengalami tekanan pemanfaatan air maka perusahaan harus bertanggungjawab.

Perusahaan Air Minum Di Indonesia  Di Minta Hadir Di Depan DPR RI

Perusahaan Air Minum Di Indonesia  Di Minta Hadir Di Depan DPR RI untuk memberikan klarifikasi terkait asal bahan baku air yang digunakan dalam produk mereka. Dalam rapat dengar pendapat tersebut, sejumlah produsen besar seperti Aqua, Le Minerale, dan Cleo menjelaskan secara terbuka mengenai sumber air yang mereka pakai. Hal ini dilakukan menyusul meningkatnya sorotan publik terhadap klaim “air pegunungan murni” yang sering muncul dalam iklan dan label produk. DPR ingin memastikan bahwa klaim tersebut sesuai dengan fakta di lapangan dan tidak menyesatkan konsumen.

Dalam pemaparan masing-masing perusahaan, beberapa mengungkapkan bahwa air baku mereka benar-benar berasal dari mata air alami di kawasan pegunungan, seperti di daerah Bogor, Pandaan, dan Klaten. Namun, ada juga perusahaan yang menjelaskan bahwa sebagian besar bahan bakunya berasal dari air tanah dalam atau akuifer yang diambil melalui sumur bor dengan kedalaman tertentu. Air tersebut kemudian melalui proses filtrasi dan sterilisasi untuk memenuhi standar air minum layak konsumsi. Meski secara kualitas memenuhi standar, penjelasan ini menimbulkan diskusi karena sebagian masyarakat menganggap klaim “air pegunungan” tidak sejalan dengan penggunaan air tanah dalam.

DPR menekankan bahwa transparansi menjadi hal penting agar masyarakat mendapatkan informasi yang jujur dan akurat. Para anggota dewan meminta setiap perusahaan untuk menyerahkan data lengkap mengenai izin penggunaan air, lokasi pengambilan sumber, serta hasil kajian lingkungan. Mereka juga menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem agar eksploitasi air tanah tidak berdampak pada ketersediaan air bagi warga sekitar. Beberapa anggota DPR bahkan mendorong pemerintah agar memperketat pengawasan dan memperjelas regulasi terkait pelabelan produk air minum.

Pentingnya Keterbukaan Dalam Pengelolaan

Pentingnya Keterbukaan Dalam Pengelolaan sumber daya air di tengah meningkatnya kebutuhan air dan ancaman krisis lingkungan. Air bukan hanya kebutuhan dasar manusia, tetapi juga elemen vital bagi industri, pertanian, dan keberlangsungan ekosistem. Karena itu, transparansi dalam pengelolaan air harus di terapkan di semua level, mulai dari perencanaan, pemanfaatan, hingga pengawasan. Tanpa keterbukaan, potensi penyalahgunaan sumber air, eksploitasi berlebihan, dan ketimpangan akses sangat mungkin terjadi. Masyarakat berhak tahu bagaimana air di wilayahnya di kelola, siapa yang memanfaatkannya, dan sejauh mana kegiatan tersebut berdampak terhadap lingkungan.

Dalam konteks industri, seperti perusahaan air minum dalam kemasan, keterbukaan berarti menyampaikan secara jujur. Asal bahan baku air, kapasitas pengambilan, serta dampak lingkungan dari operasional mereka. Informasi yang jelas membantu publik menilai apakah suatu perusahaan beroperasi secara berkelanjutan atau justru merugikan masyarakat sekitar. Transparansi juga menjadi dasar bagi kepercayaan konsumen. Ketika perusahaan terbuka soal sumber air dan proses pengelolaan. Masyarakat akan merasa lebih aman dan yakin terhadap produk yang di konsumsi. Sebaliknya, jika perusahaan menutupi informasi penting, kepercayaan publik bisa hilang dan menimbulkan krisis reputasi yang sulit di perbaiki.

Dari sisi pemerintah, keterbukaan penting untuk memastikan kebijakan pengelolaan air berjalan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan. Data mengenai izin penggunaan air, tingkat ketersediaan sumber daya. Dan hasil kajian lingkungan perlu di buka untuk publik agar pengawasan bisa di lakukan secara bersama. Partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan air akan memperkuat kontrol sosial dan mencegah praktik eksploitasi yang merugikan ekosistem.

Proses Produksi

Proses Produksi air minum dalam kemasan (AMDK) merupakan tahapan yang sangat ketat dan di awasi untuk menjamin kualitas air tetap aman serta layak konsumsi. Setiap perusahaan harus mematuhi standar kesehatan dan keselamatan yang di tetapkan pemerintah. Termasuk syarat mutu air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan. Proses produksi biasanya di mulai dari pengambilan bahan baku air, baik dari mata air alami di pegunungan. Maupun dari air tanah dalam yang di ambil melalui sumur bor. Sumber air ini di pilih berdasarkan hasil survei hidrogeologi yang memastikan debit, kebersihan, dan keberlanjutan pasokan air.

Setelah air di ambil, tahap selanjutnya adalah penyaringan awal untuk memisahkan partikel besar seperti pasir atau sedimen. Kemudian, air melewati proses filtrasi yang lebih halus menggunakan karbon aktif. Atau membran mikro untuk menghilangkan zat organik, logam berat, serta bau dan rasa yang tidak di inginkan. Setelah itu, di lakukan proses sterilisasi menggunakan teknologi ozonisasi atau sinar ultraviolet (UV). Untuk memastikan air bebas dari mikroorganisme berbahaya seperti bakteri dan virus. Semua tahap ini di lakukan dalam sistem tertutup agar air tidak terkontaminasi udara luar.

Jaminan kualitas air tidak berhenti di tahap produksi. Setiap batch produk umumnya di uji di laboratorium internal maupun eksternal. Untuk memastikan parameter kimia dan mikrobiologi sesuai standar yang berlaku. Pengujian ini meliputi pH, kandungan mineral, total zat padat terlarut (TDS), dan keberadaan bakteri seperti E. coli. Jika hasil uji tidak memenuhi standar, air tersebut tidak akan didistribusikan ke pasar. Selain itu, perusahaan juga harus memiliki sertifikasi dari lembaga seperti BPOM dan SNI untuk menjamin konsistensi mutu. Inilah proses produksi yang di lakukan oleh Perusahaan Air Minum.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait